
Takengon|mediantara.co.id| – Jaringan Komunitas Masyarakat Adat Aceh (JKMA) mendesak aparat penegak hukum tingkat provinsi untuk turun tangan mengaudit penggunaan dana desa di Kabupaten Aceh Tengah.
Desakan ini disampaikan langsung oleh Koordinator JKMA, Baiksyah menemukan indikasi penyimpangan dalam dua program yang didanai oleh anggaran desa, yaitu pelatihan life skill dan pelatihan untuk Reje (Kepala Desa) serta Ketua Koperasi.
“Kami menemukan bahwa setiap desa di Aceh Tengah menganggarkan dana yang sangat besar untuk dua kegiatan ini, yakni Rp13.000.000 untuk life skill dan Rp12.500.000 untuk pelatihan Reje dan Ketua Koperasi. Nilai yang tidak wajar ini menimbulkan tanda tanya besar,” tegas Baiksyah.
“Penggunaan dana desa harusnya memberikan dampak langsung dan jelas bagi kesejahteraan masyarakat. Kenyataannya, kegiatan dengan anggaran sebesar ini justru menimbulkan kecurigaan kuat adanya praktik korupsi yang mengatasnamakan forum reje,” papar Baiksyah.
Lebih lanjut, Baiksyah menyampaikan sikap tidak percaya JKMA terhadap tiga institusi penegak hukum di tingkat lokal. “Kami menyatakan ketidakpercayaan kami kepada Kejaksaan Negeri Aceh Tengah, Kepolisian Resor (Polres) Aceh Tengah, dan Inspektorat setempat. Oleh karena itu, kami meminta intervensi langsung dari Kejaksaan Tinggi dan Polda Aceh untuk melakukan audit yang independen dan transparan,” tuturnya.
Menanggapi hal ini, Ketua Forum Reje Aceh Tengah memberikan klarifikasi. Ia menyatakan bahwa kegiatan yang disorot oleh JKMA tersebut sebenarnya belum dilaksanakan dan masih dalam tahap perencanaan.
“Untuk saat ini, kegiatan masih dalam proses perencanaan dan kami sedang menunggu desa lain yang hendak mendaftar. Sampai saat ini, yang telah mendaftar baru 105 desa dari total desa yang ada di Aceh Tengah,” ujarnya.
Dirinya menegaskan bahwa keikutsertaan dalam program ini sepenuhnya bersifat sukarela dan tanpa paksaan dari pihak manapun. “Kegiatan ini tanpa paksaan dari pihak manapun dan tujuannya hanya untuk Reje yang bersedia dan membutuhkan saja,” jelasnya.
Namun, klaim bahwa kegiatan belum berjalan terbantahkan oleh kesaksian salah satu peserta. Seorang peserta yang tidak ingin disebutkan namanya mengaku telah mengikuti pelatihan life skill yang diselenggarakan Hotel Grand Renggali.
“Saya sendiri hari ini, Jum’at tanggal 24 Oktober, baru saja pulang dari pelatihan life skill di Renggali. Pelatihannya tentang Menjahit. Pesertanya ada dua orang dari kampung kami,” ujarnya saat diwawancarai.
di tempat terpisah salah satu peserta juga mengaku mengikutip pelatihan life skill di Hotel grand Bayu Hill Takengon yaitu pelatihan menjahit, dirinya juga mengatakan bahwa pelatihan ini rencananya akan dilakukan selama Empat Hari (Redaksi)
