Himbauan Kontroversial Kasat Reskrim Aceh Tengah Soal Tambang Ilegal Ditanggapi Kritis

doc. Alimin (Tokoh pemuda Aceh Tengah)

Takengon|mediantara.co.id| – Himbauan Kasat Reskrim Polres Aceh Tengah, IPTU Deno Wahyudi, yang meminta masyarakat tidak mengunggah aktivitas tambang emas ilegal di media sosial menuai tanggapan kritis dari tokoh masyarakat. Permintaan tersebut dinilai mengabaikan peran viralisasi dalam mendorong penindakan dan meminta masyarakat menanggung risiko yang tidak semestinya.

Dalam sejumlah kesempatan, IPTU Deno Wahyudi menegaskan komitmennya untuk memberantas tambang ilegal di Aceh Tengah, termasuk di Kecamatan Linge. Ia meminta masyarakat yang mengetahui aktivitas tersebut untuk langsung melaporkan ke polisi, bukan terlebih dahulu mempostingnya di platform seperti Facebook atau Instagram.

Alasannya, agar pelaku tidak merasa terusik sehingga memudahkan aparat dalam melakukan penangkapan dan penyitaan alat berat untuk kemudian dilelang untuk negara. Deno menyatakan, “Tidak ada kata maaf, kita tindak tegas pelaku tambang yang merusak dampak lingkungan bagi masyarakat”. Namun, himbauan untuk “menahan” unggahan justru memicu gelak tawa dan komentar pedas warganet.

Alimin, seorang tokoh masyarakat Aceh Tengah, menyoroti kejanggalan dalam himbauan dan operasi yang telah dilakukan. Menurutnya, di era saat ini, viral di media sosial seringkali menjadi pendorong utama bagi aparat untuk bertindak serius.

“Kalau tidak viral memang susah sekali ditangani. Apalagi soal tambang emas ilegal yang sudah jelas-jelas merusak lingkungan,” ujar Alimin.

Ia juga mengungkapkan keheranannya karena dalam tiga kali razia yang dilakukan, alat berat yang dilaporkan warga tidak pernah berhasil diamankan. “Sangat disayangkan bila unggahan masyarakat di media tidak berwujud atau disebut saja tidak diketemukan ketika razia berlangsung. Hanya merasa Aneh saja kok sekejap bisa hilang,” katanya.

Alimin menilai permintaan agar masyarakat “menahan dan mengamankan” penambang ilegal sebelum melapor adalah hal yang mustahil dan berbahaya. Masyarakat tidak memiliki kewenangan untuk menangkap, dan pelaku diduga merupakan “orang-orang kuat”.

“Masyarakat tidak punya wewenang untuk menangkap, apalagi melarang, Kalau masyarakat coba melarang, bisa berbahaya, bisa memicu keributan,” tegas Alimin.

Dia menambahkan, risiko keamanan inilah yang membuat warga enggan melapor secara individu. “Kalau ada masyarakat yang ketahuan mengambil video atau foto, bisa saja mereka dimusuhi, bahkan terancam oleh pelaku,” tambahnya. (26/09/2025)

Alimin berharap aparat kepolisian dapat bekerja lebih profesional dan transparan dengan mengoptimalkan peran intelijen dan perangkat yang dimiliki, bukan membebani masyarakat dengan risiko. Langkah tegas ini juga sejalan dengan penegasan Gubernur Aceh, Muzakir Manaf (Mualem), yang baru-baru ini memberikan ultimatum dua minggu bagi pelaku tambang ilegal untuk menghentikan aktivitasnya dan keluar dari hutan Aceh.

Meski mengkritik, Alimin tetap mengapresiasi upaya Kapolres Aceh Tengah. Namun, ia menekankan bahwa penanganan tambang ilegal harus benar-benar tuntas, mengingat praktik ini telah menyebabkan kerusakan lingkungan dan merugikan negara.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *