Sibolga, Mediantara.co.id — Di tengah gemuruh desakan relokasi Depot BBM PT Pertamina Patra Niaga Fuel Terminal Sibolga, suara dari kalangan tokoh agama dan pemuda masjid ikut menguat. Bukan tanpa alasan, keberadaan Depot yang berdekatan dengan pemukiman padat tak hanya mengancam rumah-rumah warga, tetapi juga rumah-rumah ibadah, baik masjid maupun gereja di sekitar lokasi.
Amar Khan Sikumbang, Sekretaris Umum DPD Badan Komunikasi Pemuda Remaja Masjid Indonesia (BKPRMI) Kota Sibolga, menegaskan bahwa isu relokasi Depot adalah bagian dari kepedulian umat beragama terhadap keselamatan bersama.
“Masjid di sekitar Depot ini bukan sekadar tempat ibadah, tapi pusat pembinaan akhlak dan kegiatan keagamaan masyarakat. Gereja juga demikian. Kalau kawasan ini terus dibayangi potensi bahaya, bagaimana masyarakat bisa beribadah dengan tenang?” ujar Amar Khan saat ditemui di sela-sela aksi penyerahan surat resmi permintaan relokasi, Rabu (2/7/2025).
Menurut Amar, keberadaan Depot BBM di tengah kawasan padat penduduk, apalagi dekat dengan masjid dan gereja, adalah bentuk ketidakpekaan terhadap aspek keselamatan spiritual dan sosial masyarakat. Ia menilai, rumah ibadah seharusnya berada di lingkungan yang aman, tenteram, dan jauh dari potensi bencana.
“Bayangkan, saat salat Jumat, saat umat beribadah, ada lalu lalang mobil tangki Pertamina, ada potensi kecelakaan, bahkan risiko ledakan. Ini bukan sekadar persoalan teknis, ini soal kenyamanan dan keselamatan umat dalam menjalankan ibadah,” tegasnya.
Amar menegaskan bahwa dalam Islam, menjaga keselamatan jiwa (hifzun nafs) adalah salah satu maqashid syariah atau tujuan utama dalam ajaran agama. Begitu juga dalam ajaran agama lain yang menempatkan keselamatan manusia sebagai prioritas.
Karena itu, menurutnya, perjuangan relokasi Depot bukan semata-mata urusan aktivis mahasiswa atau pemerintah, tapi juga bagian dari tanggung jawab moral seluruh umat beragama untuk memastikan lingkungan sekitar rumah ibadah aman dan nyaman.
“Kami di BKPRMI Kota Sibolga, bersama saudara-saudara kami lintas agama, sepakat bahwa keselamatan adalah di atas segalanya. Apalagi, sudah ada pengalaman tragis seperti di Plumpang. Jangan biarkan hal yang sama terjadi di Sibolga,” ujarnya.
Amar juga menyesalkan lambannya tindak lanjut dari pihak Pertamina, meskipun Pemerintah Kota Sibolga sudah berulang kali mengirimkan surat permintaan relokasi. Baginya, jika aspek keselamatan umat beragama terus diabaikan, itu adalah bentuk pengkhianatan terhadap nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan sosial.
“Kami tidak ingin menunggu musibah. Kami ingin bertindak sebelum bencana terjadi. Ini adalah suara nurani umat, suara rakyat yang harus didengar,” kata Amar.
Ia menambahkan, perjuangan relokasi Depot adalah contoh nyata bagaimana masyarakat lintas suku, agama, dan organisasi bisa bersatu untuk kepentingan keselamatan bersama.
“Bagi kami, ini bukan soal siapa mayoritas, siapa minoritas. Ini soal nyawa, soal rasa aman, soal masa depan Kota Sibolga. Rumah ibadah harus tetap jadi tempat yang damai, bukan hidup dalam bayang-bayang bahaya,” pungkasnya.***



